Disemat nama Embung Terpadu. Sejatinya tasik dalam Kampung. Bukan tasik alamiah yang dikerumuni hutan tropis layaknya Tasik Pulau Besar atau Danau Zamrud. Kampung Dayun memang menyematkan diri selaku kampung aquatika. Kampung ini memang layak disebut selaku kampung wisata. Dia sudah memenuhi unsur-unsur untuk menarik orang berkunjung dan berkelah di kawasan dalam kampung saja. Tak kurang Menteri Pariwisata dan Ekonomi  Kreatif Sandiaga Uno pernah menjejakkan kakinya di beberapa spot aquatika desa ini.

Tak perlu minta izin ke pihak BB-KSDA Riau hanya untuk berkelana masuk ke kawasan Danau Zamrud yang kebetulan masuk dalam kawasan eksplorasi minyak PT. BSP [dulu PT. Chevron Indonesia]. Embung Terpadu ialah jawabannya. Di sini tersedia beragam wahana yang layak digunakan oleh kanak-kanak, keluarga dan orang dewasa. Sejumlah wahana permainan aquatika tentunya. Menantang adrenalin dalam alur boat race, bisa dilakukan di kawasan aquatika dalam Kampung Dayun. Permainan lebih santai bagi anggota keluarga terhimpun dalam berjenis permainan aquatika. Pokoknya, desa ini memang mempersembahkan tampilan diri selaku kampung serba “pemanenan air” [water harvesting].

Jumlah total pengunjung [lokal] ke kampung ini pada masa puncak libur lebaran 2024 lalu adalah 10.956 orang. Menggesa industri non-cerobong asap ini, bukan pekerjaan ringan. Kunci dari semua itu, kesediaan infrastruktur lingkungan pedesaan dan kampung harus terjamin. Utamanya jalan raya dan jalan lingkungan. Pun, pusat jajanan dan kuliner dalam harga yang terjangkau [kompetitif]. Jua, tentulah keramah-tamahan tuan rumah. Lingkungan yang bersih dan jauh dari segala bentuk sampah-sarap.

Tak semata wisata keluarga, ada juga sejumlah kegiatan outing class dari beberapa sekolah ternama di Pekanbaru. Ke Kampung Dayun tentu dengan niat healing tipis-tipis. Malah, jika bisa menjangkau ruang habitat arwana [ikan kayangan], harimau dan beruang madu di belakang kampung ini, healing-nya malah jadi tebal. Bukan titpis-tipis lagi. Begitu lambungan “umpama” yang sering didengungkan para pengunjung ke kampung ini.

Dayun, sebuah Kampung atau Desa berjarak sekitar 18 Km garis lurus highway dari ibukota Kabupaten, Siak Sri Indrapura. Tepatnya arah selatan kota Siak. Dayun memposisikan diri selaku backdrop dari kompleks pusat pemerintahan Siak di Tanjung Agung. Terhubung oleh ruas jalan yang lebar, dua jalur. Uniknya desa ini boleh menabalkan dirinya selaku ibukota Kepolisian Siak. Sebab, Kantor utama Kepolisian Resor Siak berada di desa ini. Bukan di ibukota Siak Sri Indrapura.

Bila didatangi dari sungai Siak, maka Kampung Dayun berada pada posisi hinterland [kawasan penyangga]. Sebaliknya, jika didatangi dari jalan raya nasional yang menghubungkan perairan Tanjung Buton-Pekanbaru, maka desa/ kampung Dayun berada di posisi depan [frontier]. Dilihat dari posisi ini, maka kota Siak Sri Indrapura lah yang berada pada posisi hinterland [tanah penyangga] dari Dayun.

Ada 5 [lima] pintu untuk masuk ke kota Siak Sri Indrapura yang dibangun pada era Bupati Arwin AS. Satu di antaranya akses dari Dayun yang diikat oleh jalan dua jalur nan lebar-hijau. Tarikan garisnya bersuasana garis mega dan lejang. Bukan garis pendek. Di sini kelebihan Arwin membangun ruang-ruang baru di tanah Siak. Sejatinya, dari pertigaan simpang Dayun-Siak menuju ke arah budaran kompleks Camp PT. BSP, bisa dilebarkan jalan utama ini menjadi dua jalur. Karena di sinilah ruas utama Kilo Meter NOL-nya Dayun [zero stone]. Di ruas jalan inilah terletak pasar utama desa Dayun yang berdamping dengan Kantor Polres  Siak yang gagah itu.

Sekilas jeling, wujud pasar di sisian kantor Polres ini amat centang perenang dan compang-camping. Hadir dalam kesadaran pedagang saja, tanpa ada desain dan rencana induk pengembangan kawasan pasar dalam desain modern, sehingga kehadiran pasar ini  seimbang   dengan kantor Polres yang ranggi itu. Bangunan pasar tidak ditata dengan benar. Tampil semrawut dalam gaya tenda-tenda kayu yang diikat dengan tali rafia [maaf]. Jangan salahkan pedagang. Yang jelas di sini terjadi perputaran uang yang rimbun dan gemuk. Artinya terdapat geliat ekonomi yang aduhai di desa ini.

Harus ada semacam keberanian untuk melanjutkan mimpi Arwin dalam pengembangan kawasan Dayun selaku wilayah penyangga ibukota dengan kaidah efek gagah dan juwita [beauty] yang ditimpakan kepada desa Dayun. Efek gagah dan juwita [beast and beauty] bagi desa Dayun antara lain, pelebaran ruas jalan utama menjadi dua jalur, dengan garis marka yang standar internasional. Mungkin bisa dimulai dengan rentang jarak 5 Km antara Simpang ke Siak hingga bundaran PT. BSP [check point].

Pohon: soft element penjinak tampilan pipa raksasa

Sepanjang ruas jalan dua jalur yang akan di kembangkan itu, harus dilakukan upaya intervensi tanaman pelindung jalan yang rimbun dengan tegakan yang tinggi dalam jarak  10 meter. Jenis tanaman pelindung yang dianjurkan tentulah jenis pohon yang tidak mudah gugur daun, mampu meneduh lorong jalan yang luas dan lebar, semisal terembesi [ki hujan], angsana, mahoni. Ketiga jenis tanaman ini telah ditanam di sepanjang ruas jalan kota Siak yang lembut itu.

Pohon nan rimbun di sepanjang ruas ini sekaligus berfungsi bak pagar yang menutup keangkuhan bentangan pipa minyak raksasa yang mengepung dan mengandang desa ini. Pepohonan hadir dalam kadar element lunak [soft elements], sementara juluran pipa raksasa menghidang kesangaran element keras/padat [hard elements]. Di sini pepohonan pelindung jalan itu berfungsi semacam street furniture, bahkan lebih anggun, tampil dalam vibe installation art [seni instalasi] yang merangkai ruang-ruang hodologis [ruang optis] bagi pengendara kenderaan kecepatan tinggi.

Fungsi lain? Ya, utilitas penyimpan angin, deposito oksigen dan banking system air bagi kampung aquatika ini. Angin disimpan di antara ranting dedaunan,  pun oksigen. Air terblok di antara akar-akar pohon pelindung. Maka, Dayun tampil senada dan senafas dengan kota Siak Sri Indrapura dalam langgam ekologi hutan dan taman teduh-teduh.

Sebagai desa destinasi wisata, yang kebetulan di situ bertapak kantor Polres Siak, maka edukasi dalam berlalu lintas, Dayun hendaklah menjadi pilot project, lewat upaya menghadirkan jalan-jalan utama yang ramah dan tertib lalu lintas, termasuk ramah bagi pejalan kaki. Khusus bagi pejalan kaki, harus ada upaya untuk memperlebar pedestrian [trotoar], termasuk pengadaan jalur sepeda. Di antara pohon tanaman pelindung jalan yang rimbun, harus disela pula dengan tanaman dalam  fungsi keselamatan lalu-lintas. Tanaman ini memiliki jenis daun yang reflektor [memancar balik ke arah kita yang menyorot cahaya] alias tanaman ini memiliki fungsi efek mata kucing, terutama ketika berkendara pada malam hari.

Sejauh ini, untuk keselamatan pengendara, efek mata kucing terbuat dari logam [hard element] yang ditempeli spot warna merah dan warna perak. Lewat tanaman ini, kita memperoleh efek mata kucing lewat soft elements [lewat tumbuhan dan dedaunan].

Tanaman ini hendaklah ditanam di sepanjang jalan utama dan ruas jalan lingkungan Kampung Dayun menuju kawasan wisata Embung Terpadu dan sekitar wilayah pemerintahan desa. Nama tanaman ini selalu disebut dalam penamaan Melayu, Paya Kelat atau Daun Merah. Pohon Paya Kelat/ Daun Merah ini harus senantiasa dipotong/dipangkas dan dibentuk dalam gaya dan tampilan yang ragam, sesuai dengan selera dan misi kampung [secara ilmu gardening tentunya].

Daun Paya Kelat ini secara alamiah bercorak reflektor, alias berpembawaan efek mata kucing. Utamanya ketika para pengendara kenderaan pada malam hari, dia akan menyemburkan cahaya di sisian jalan, sehingga dia membantu pengendera untuk mengetahui batas bahu jalan dan garis tengah [keselamatan berlalu lintas]. Di samping memberi efek juwita dan kelembutan bagi tempat hinggap mata bagi pengendera yang lelah, dia sekaligus menjinakkan ruang-ruang hard elements besi yang ditampilkan oleh lengkung dan juluran pipa raksasa yang berwarna maut [mati secara hukum warna].

Memperbanyak unsur soft element di sepanjang jalan utama yang dipagari oleh hard element besi pipa, sekaligus kita bisa memberi kesan bahwa, posisi kampung dan ranah rumah penduduk dengan segala perkakas ikutan kebudayaan yang hidup di desa/kampung ini, tidak berada di bawah kangkangan lengkung besi raksasa. Jika lengkungan besi ini tidak mampu kita jinakkan lewat serombongan tanaman lembut itu, artinya, kita menghadirkan sisian kampung kasar, keras, vulgar dan jauh dari kehanifan budaya.

Ketika kita bersepakat untuk masuk ke rezim turisme, suka atau tidak suka, kita harus memulai membangun budaya yang kuat. Sebab, turisme itu adalah efek dari kebudayaan yang kuat. Satu di antaranya, hidup dalam kualitas pro green dan eco-friendly. Lincah dalam mengadakan suasana bersih dan nyaman. Cantik atau indah itu syarat utamanya adalah bersih. Andai ada seorang wanita berparas cantik: Tapi kita akan terhenti untuk mengatakan dia cantik/ lawa, jika ada tahi hidung yang menempel di pipinya.

Kita boleh mengatakan sehamparan ruangan itu indah, tapi jika dia panas dan terpapar matahari sedemikian rupa, maka tidak ada hak kita untuk berkumpul dan bermanja-manja dengan maksud healing tipis-tipis. Apatah lagi healing tebal-tebal. Pokoknya Pemkab Siak harus memulai untuk menyatukan tampilan desa Dayun ini senafas dan serima dengan kota Siak Sri Indrapura. Jangan pernah kalah dengan imaji seorang Arwin AS dalam meng-ada-kan ruang-ruang baru di tanah-tanah liar.

Notis mini Yusmar Yusuf, sempena mengeja tugas KJFD [Kelompok Jabatan Fungsional Dosen] Masyarakat dan Kebudayaan Aquatik FISIP Universitas Riau di Kampung Dayun, Siak.

-Oiketai-YY-